Selasa, 02 Agustus 2011

Kebebasan Berekspresi, Mestikah Dibatasi?

Bismillahirrohmaanirrohiim...
          Kebebasan berekspresi pada masa "kerajaan teknologi" seperti sekarang ini semakin dipermudah seperti media tuang bakat, informasi, aspirasi, bahkan sampai kritik sosial. Namun benarkah kebebasan tersebut membawa kita para masyarakat beraspirasi pada suatu jerat hukum seperti pada UU ITP.
Jerat hukum dengan Ny. Prita Mulyasari sebagai tersangkanya (alhamdulillah kasus ini sudah mendapat jalur damai). Boleh saja dikatakan "terlalu berlebihan" apabila terjadi kasus yang ditimpa Ny. Prita di atas. Karena media On-Line memang salah satu tonggak kebebasan berekspresi dengan harapan agar kita mampu memanfaatkan segala sumber daya yang ada. PAYUNG HUKUM YANG JELAS. Itulah salah satu kunci permasalahan UU ITP yang terkesan "ngaret" ini. Namun berikut beberapa kesimpulan dan saran para Pengamat Dunia Virtual dalam berekspresi via On-Line, antara lain
  1. Hindarkan postingan yg bertujuan sensasi atau mengada-ada, apalagi yang mengandung usur SARA.
  2. Upayakan data dan sumber yang jelas untuk menghindari penjatuhan oleh UU.
  3. Setiap tulisan harus didasarkan pada kualitas data yang akurat.
  4. Apabila tulisan anda telah terlanjur terposting, segeralah mengambil tindakan minta maaf atas kekeliruan postingan anda.
  5. Berikan sikap berprasangka baik atas aspirasi, dengan tujuan seperti agar objek aspirasi dapat lebih memperbaiki kualitas layanannya.
KESIMPULAN
Semua hasil tulisan yang kita tuang melalui media On-Line akan diambil jalur pertanggung jawabannya, jadi tambahlah kehati-hatian anda dalam menyampaikan aspirasi tanpa mengurangi produktivitas anda sebagai masyarakat beraspirasi. MAJU TERUS SUMBER DAYA INFORMASI!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Deskripsi dunia si penulis yang terjebak dalam kesempitan berpikir, maka temukan "aku" dan patahkan ketidaklogisan ide dalam setiap tulisan si penulis. Berpikir etis. Berbuat etis. Bertanggung jawab secara etis.